Kisah Burung Gagak dan Bejana Air

0
  Siang itu panas sekali, gagak kecil yang terbang merasa sangat gerah dan haus sekali. Tak terasa peluhpun jatuh bercucuran dari tubuhnya. Sesekali diusapnya peluh dari tubuhnya yang mulai membasahi kepala, tubuh, sayap dan kedua kakinya.


“Ups…panas sekali hari ini, aku benar-benar merasa gerah dan kepanasan.”  Keluh gagak itu pada dirinya sendiri. Ia merasa semakin lelah dan payah untuk terus terbang di awan. Perlahan- lahan gagak terbang rendah karena merasa tidak kuat lagi menerima sengatan matahari yang benar-benar terik siang itu.
“Dimana aku harus mencari makan, sejak tadi aku tidak menemukan makanan…bahkan air untuk minumpun tidak ada.” Si gagak kecil mulai hinggap di sebatang pohon jati yang meranggas karena kemarau panjang kali ini. Dilihatnya sekeliling mencari sesuatu yang dapat dimakan dan diminumnya. “Aduh… panas sekali ranting pohon yang ku pijak ini, dimana lagi ada pohon yang rindang untuk aku istirahat sejenak.” Keluh si gagak kecil.
Ia membayangkan betapa enaknya hidup bersama ibu yang senantiasa mencukupinya. Baik makanan yang selalu disiapkannya, minuman yang selalu tersedia dan sarang yang nyaman untuk istirahat dimalam hari. Tiba-tiba air matanyapun menetes “Ibu aku kangen sama ibu…dimana kau sekarang berada ibu!” si gagak kecil sedih mengingat kembali masa-masa bersama ibunya.
Memang baru tiga hari ini si gagak kecil disapih ibunya. Hal ini dilakukan sebagai pertanda kalu si gagak kecil harus bisa hidup mandiri, tidak tergantung lagi kepada ibunya. Tiga hari ini si gagak kecil berpisah dengan ibu dan ke tiga saudaranya. Mulai mencari makan sendiri, mencari minum sendiri, membuat sarang sendiri dan bertahan untuk tetap hidup di hutan belantara yang banyak pemangsanya seorang diri.
Tiba-tiba mata si gagak kecil menatap sebuah bejana dikejauhan, dikedip-kedipkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Setelah merasa kalu apa yang dilihatnya benar, gagak kecil iu segera terbang mendekat ke sebuah bejana yang tergeletak di depan gubug reot. Tak ada seorangpun yang ada di gubuk itu. “Ah … ini mungkin bejana para pemburu yang tertinggal di sini.” Piker si gagak kecil.
Bejana tempat minum yang ditemukan si gagak kecil memang berisi air, akan tetapi air itu tidaklah penuh. Hanya seperempat bejana saja airnya,”Haus sekali aku, tapi aku tidak dapat meminum air yang ada di dalam bejan ini.” Ujar  si gagak kecil.
Si gagak mulai memutar otak bagaimana caranya  supaya bisa meminum air yang ada di dalam bejana tersebut. Akhirnya ia menemukan ide, dengan cepat ia ambil kerikil yang ada disekitar situ menggunakan paruhnya, kemudian dimasukannya ke dalam bejana. Satu demi satu kerikil-kerikil kecil dimasukanya ke dalam bejana berulang kali tanpa kenal lelah.
Dan sedikit demi sedikit air di dalam bejana itu mulai merangkak naik karena ditambahi kerikil di dalamnya. Setelah hampir setengah bejana itu terisi kerikil, akhirnya air yang tadinya berada di bawah dapat terdesak ke atas. Si gagak kecilpun mulai meminum air dalam bejana itu dengan puas, sehingga hilang dahaganya. Air yang diminumnya terasa sangat nikmat karena di dapatkannya dari kerja kerasnya sendiri tanpa bantuan siapapun.
Si gagak kecilpun tumbuh rasa percaya dirinya, ia yakin di hari yang akan datang ia juga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan kekuatannya sendiri. Ia tidak merasa takut lagi jauh dari ibu dan saudara-saudaranya. Dengan sigap dikepakan sayapnya, dibusungka dadanya dan dengan lantang ia berkicau, sedetik kemudian si gagak kecil sudah melesat terbang. Terbang memenuhi takdirnya sebagai burung gagak yang beranjak dewasa dengan segala konsekwensinya.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)